Breaking

Kamis, 04 Oktober 2018

Edisi ke 7 : Bukan Bacaan Biasa

 Sumber gambar : www.google.com

Muhammad Imarah

Tanpa bermaksud untuk berapologi dengan kejayaan masa lalu umat Islam, mari sejenak kita menoleh kepada lembaran-lembaran sejarah silam di mana di situ tertoreh peradaban Islam yang gemilang. Bukan hanya karena luasnya wilayah pemerintahan namun juga diiringi dengan sumbangan berharga kepada peradaban manusia yang menurut Seyyed Hossein Nasr mencakup segala bidang ilmu pengetahuan. 

Sungguh di luar jangkauan nalar logis manusia, sebuah peradaban yang gemilang bisa muncul dari tengah gurun pasir yang gersang yang penduduknya dikenal dengan kebengisannya. Peradaban tersebut tidak hanya mengangkat bangsa Arab namun juga menjadi sumber inspirasi perkembangan dunia kontemporer.Kenyataan tersebut membuat geram pembenci Islam, sehingga mereka menggunakan berbagai cara untuk memutarbalikkan fakta dari yang paling santun hingga yang brutal dan kasar. Maka tidak heran apabila kajian orientalis pada awal mulanya bertaburan dengan nada sinis dan garang dalam menggambarkan Islam. 

Namun bagaimanapun juga, kebenaran mustahil untuk ditutupi sehingga perlahan namun pasti ada pergeseran opini mengenai Islam. Sehingga tak jarang para orientalis tersebut pada akhirnya dengan bangga menyatakan keislamannya. Munculnya berbagai karangan dan penelitian yang objektif terhadap Islam, merupakan bukti signifikan atas pergeseran tersebut. Di penghujung abad dua puluh, kajian-kajian Islam yang objektif bermunculan bahkan menyerahkan kelanjutannya kepada para cendekiawan muslim.
 
Memang Allah SWT telah berjanji akan keunggulan kebenaran atas kebatilan, namun bukan berarti kita serta-merta lupa diri. Masih banyak yang harus kita perbuat untuk mewujudkan janji tersebut. Kenyataan bahwa umat Islam merupakan umat yang paling terbelakang saat ini harus diakui. Kita mampu bangkit bila kita menyadari keunggulan ajaran-ajaran Islam.
 
Luka yang ditimbulkan sistem kapitalisme yang dahulu dipuja-puja, terbukti tidak bisa menjadi solusi krisis kemanusiaan, sosialisme dan komunisme yang digaungkan sebagai alternatif pengganti. Tak jauh lebih baik bahkan punya dampak yang lebih buruk, nah sekarang mampukah kini kita menawarkan Islam sebagai solusi final? 

Sebelum menjawabnya muncul pertanyaan, bagaimana bisa kita mengajukan Islam sebagai alternatif sedangkan kita umatnya tidak yakin dengan Islam? Sejarah membuktikan bagaimana Islam sebagai ajaran baru waktu itu yang selalu dicemooh dan dimusuhi oleh para bangsawan Arab, pemeluknya disiksa bahkan dibunuh. Namun kemudian berubah menjadi alternatif dan solusi dari segala keruwetan dan dekadensi moral Arab jahiliyah masa itu bahkan setelah Islam menyebar ke berbagai wilayah semakin jelas wujud kontribusi Islam sebagai solusi krisis peradaban waktu itu.
 
Sudah saatnya kita menyodorkan Islam sebagai alternatif. Namun hal tersebut tidak akan pernah terwujud tanpa usaha yang proporsional dalam menggali “nilai lebih” ajarannya, mengangkatnya dalam realitas dan menawarkannya kepada umat manusia. Nilai-nilai tersebut akan kita dapatkan dengan membaca dan mempelajari Alquran. Seorang orientalis, James A Minchener perah menulis, “the qur’an is probably the most often read book in the world.”
 
Kegairahan membaca Alquran bagi umat Islam sangatlah baik. Banyaknya sistem pembelajaran membaca Alquran, perlombaan membaca Alquran, dan kompetisi tahfidz Alquran semakin membenarkan tesis Michener tadi. Namun ada satu hal penting yang perlu diingat, fungsi Alquran bukan hanya sekadar bacaan (meski tidak dipungkiri membacanya merupakan ibadah). Alquran sendiri telah menjelaskan secara gamblang bahwa ia juga berfungsi sebagai al-furqan (pembeda yang baik dan buruk), al dzikr (peringatan), al huda (petunjuk) dan lainnya. 

Untuk mencapai fungsi tersebut, tidak cukup sekadar bacaan  yang indahindah dan mendayu-dayu tetapi juga membutuhkan kemampuan untuk memahami isinya, menangkap isyarat, tafsir dan makna metaforisnya. Di sini kekuatan logika dan berbagai disiplin ilmu dibutuhkan guna mengangkat nilai lebih yang terkandung dalam Alquran. Bukankah penemuan-penemuan menakjubkan para ulama klasik kita bermula dari perenungan kitab suci dengan akal?

Menangkap Makna

Inilah tugas terpenting. Bisa saja kita meneriakkan kebangkitan Islam, tapi bila tanpa disertai kesiapan diri dalam menawarkan ajaran Islam yang kita petik dari Alquran sebagai solusi, usaha kita akan sia-sia.Kemudian tradisi klasik umat Islam dalam mencari ilmu harus kembali dihidupkan. Ilmu harus dihargai lebih dari apapun. Ulama harus diletakkan pada posisinya. Pemimpin haruslah dipilih atas dasar ilmunya bukan harta atau pangkatnya karena apabila kepemimpinan diserahkan kepada sosok yang jahil dan munafik, maka kemurnian Islam akan ternoda.Mari berintrospeksi. 

Saat ini di mana-mana bisa kita dengar lantunan ayat-ayat suci di setiap ruang, akan tetapi apa yang bisa kita petik dari bacaan itu? Bisa saja seminggu kita khatam berkali-kali dan mendapat pahala yang berlipat darinya. Tapi akan jauh lebih baik jika kita mampu menangkap maknanya sehingga kita bisa merenungi isi dan kegunaannya dan kemudian mengamalkannya. 

Konon Rasulullah SAW sering meminta Abdullah ibn Mas’ud untuk membaca Alquran di hadapan beliau. Tapi sebelum selesai bacaan tiap ayatnya air mata sudah mengalir dari mata beliau. Karena beliau mampu menangkap makna dan kandungan dari ayat-ayat yang dibaca tersebut. Beliau bersyukur dan bangga karena dirinya dan umatnya dikaruniai Allah SWT kitab yang sarat dengan ajaran dan pengetahuan untuk menuju kebahagiaan yang abadi dunia akhirat.

Segala bentuk ilmu merupakan ilmu Allah dan ilmu bukanlah sekadar ilmu agama, karena Alquran pun mengakuinya. Ia tidak hanya berisi ajaran-ajaran bagaimana menghadapi hidup di akhirat, namun juga berbagai ajaran dan tuntunan untuk hidup di dunia. Tak salah kalau kita merenungi tulisan HR Gibb dalam Whiter Islam yang berbunyi Islam is indeed much more than a system theology but it is complete civilization.
 
Sekali lagi marilah kita membaca Alquran yang bukan sekadar membaca, tapi membaca dan juga mengambil nilainya dan kemudian mengamalkannya. Untuk mewujudkan hal tersebut memang berat, namun dengan usaha yang maksimal dan kemudian menyerahkannya kepada Allah, niscaya kebangkitan Islam akan bisa terwujud.  
Naqrau al Naqla bi al aqly wan Nahkumu al aqla bi al Naqly.

Oleh : Hamdan Maghribi

              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar