Sumber foto : www.google.com
Seperti biasa, tiap kali bangsa ini menggelar pesta demokrasi, adu kekuatan politik selalu mewarnai. Proses yang seharusnya menjadi ajang pemersatu bangsa, justru memunculkan fakta yang sebaliknya. Masyarakat selalu terbelah dalam kelompok-kelompok yang diadu oleh pandangan politik kandidatnya. Seringkali hal ini mengancam disintegrasi bangsa yang berujung pada hancurnya persatuan bangsa. Bila kompetisi terjadi ketika masa-masa pemilihan berlangsung, maka hal tersebut wajar. Namun menjadi masalah bila pasca pemilihan seteru politik masih berlangsung.
Sebagai umat dengan jumlah mayoritas, kaum muslim Indonesia memiliki kesempatan besar sebagai agen yang merubah kondisi ini. Dengan meneladani bagaimana Rasulullah SAW bersikap dalam perselisihan, memimpin sebuah masyarakat dengan cita-cita besar, hingga membangun manusia yang dipersiapkan sebagai syuhadaa’ ‘alannasi, umat Islam bertugas memberikan solusi dan menjadi pemersatu bangsa.
Rasulullah sebagai pemimpin umat memiliki kecerdasan yang luar biasa. Tidak hanya dalam hal agama, tetapi juga pada aspek-aspek penting kehidupan manusia. Contohnya, ketika rombongan umat Islam dari Madinah kembali ke kota mereka, beliau mengutus bersama mereka sahabat Abdurrahman bin Auf untuk membantu umat Islam dalam membangun perekonomian mandiri dalam bentuk sebuah pasar yang disebut dengan suqul Anshor. Upaya ini bertujuan untuk menghindarkan umat Islam dari praktik riba dalam perdagangan dengan kaum Yahudi yang ketika itu menguasai perekonomian Madinah dan bukan untuk mendiskriminasi kaum Yahudi.
Dengan demikian, terciptalah praktik ekonomi proteksi yang menguatkan perekonomian umat Islam, dan menjadikan mereka terlepas dari dominasi ekonomi Yahudi yang penuh dengan kecurangan. Di sinilah Nabi telah membangun elemen ekonomi sebagai salah satu pondasi kuat dalam membangun masyarakat. Maka ketika Nabi telah hijrah ke sana, bangunan ekonomi tersebut telah berdiri kokoh dan dengan demikian pengaruh Islam pun kuat. Inilah kenapa masyarakat pun bersepakat dengan suka rela dengan segala butir dalam piagam Madinah.
Bagaimana Rasul membina masyarakat sangatlah bijaksana dan cerdas. Dahulu, dalam kondisi beliau sebelum menjadi pemimpin Madinah, Nabi Muhammad telah memberikan bukti kongkrit yang bisa menjadi tawaran nyata bagi setiap individu dalam masyarakat madinah. Inilah komunikasi social yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Praktik komunikasi yang benar-benar membangun masyarakat menjadi lebih baik secara ekonomi dan social. Terbukti piagam Madinah pun disetujui secara aklamasi oleh seluruh masyarakat Madinah meskipun tidak semuanya beragama Islam.
Selain itu, dalam peristiwa fathu Makkah sekali lagi Nabi Muhammad menunjukkan kelasnya sebagai pemimpin. Ketika umat Islam berhasil memasuki Makkah, beliau tidak langsung menganggap semua penduduk Makkah sebagai lawan politik. Justru beliau menghargai dan menjaga kehormatan mereka. Hal itu ditunjukkan dengan memberi hak istimewa Abu Sufyan yang merupakan pemimpin Makkah waktu itu, sebagai orang yang bisa memberi perlindungan. Hal yang patut diteladani sebagai sikap menghargai dari seorang pemenang. Beliau tidak lantas menjatuhkan wibawa Abu Sufyan, tetapi tetap menjaganya sebagai seorang sosok yang terhormat bagi masyarakat Makkah.
Setelah itu pun beliau langsung menuju ka’bah sebagai konsistensi misi dalam peristiwa ini. Karena fathu Makkah tidak semata kepentingan politik, namun lebih fundamental dari itu adalah kepentingan agama. Seluruh bentuk berhala dihancurkan sebagai symbol kelahiran kembali masyarakat Makkah kepada yang lebih baik. Penghancuran berhala tersebut pun merupakan symbol penghancuran segala macam sekat yang mengkotak-kotakan masyarakat atas dasar suku. Sehingga dengan demikian, perbedaan suku telah melebur dalam satu identitas, yaitu Islam.
Inilah yang menjadikan Islam bisa berkembang dan pesat dalam penyebarannya ke seantero penjuru dunia. Nabi Muhammad tidak saja berhasil membangun sebuah komunitas social tapi juga berhasil memproduksi manusia-manusia berkualitas unggul yang mampu memberikan perubahan drastis yang tidak bisa ditandingi manusia manapun sepanjang sejarah.
Maka tidak salah bila seorang penulis sekaligus politisi Perancis Alphonse de Lamartine pernah menyatakan bahwa tidak ada yang bisa menandingi kejeniusan Rasulullah SAW. Lanjutnya, bahwa banyak pemimpin yang berusaha membangun prajurit, hokum dan kekuasaan, padahal apa yang mereka bangun hanyalah aspek material yang seringkali hancur di depan mata mereka. Namun berbeda dengan Muhammad, ia tidak hanya membangun aspek material namun lebih dari itu, ia membangun manusia yang itu bisa menjadikan jiwa sepertiga penduduk bumi menjadi bangsa yang merdeka.
Inilah yang seharusnya dipraktikkan masyarakat dalam setiap kali pemilihan kepala pemerintahan. Setiap ideologi dan latar belakang harus segera dilebur dalam satu jiwa dan satu misi. Hal tersebut akan menjadikan masyarakat lebih mawas dan awas terhadap setiap kebijakan yang dibawa oleh pemimpin terpilih. Mereka harus menjadi agen yang cerdas dan bijaksana layaknya umat Islam di masa Rasulullah. Setiap pertikaian yang dilatar belakangi perbedaan tidak akan selesai karena manusia secara fitrahnya adalah berbeda antara satu dan lainnya. Namun meski demikian jiwa kesatuan dalam satu visi akan menjadikan perbedaan tersebut sebagai komponen-komponen yang membuat bangsa ini merdeka dan berdaulat dalam kebanggaannya.
Oleh: Fuad Muhammad Zein
(Anggota Penulis Muslim Bina Qolam Indonesia)
(Anggota Penulis Muslim Bina Qolam Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar