Oleh: Fuad Muhammad Zein
(IKPM Gontor Cab. Solo Raya)
Seperti yang telah dipahami pada umumnya, bahwa manusia tetaplah manusia. Fenomena yang terjadi di kehidupan manusia sejak zaman dahulu hingga sekarang tidaklah jauh berbeda, hanya saja bungkus dan tampilannya berbeda. Tapi selalu saja isunya sama.
Tindakan LGBT yang terjadi sekarang pun bukan barang baru. Pada zaman Nabi Luth a.s telah terjadi fenomena yang menjijikan ini. Dalam Al Qur’an surat An Naml ayat 165 dan 166 diceritakan bagaimana Nabi Luth a.s memperingatkan kaumnya akan perbuatan yang hina tersebut.
Dalam ayat tersebut terjadi dialog antara Nabi Luth dan kaumnya. Beliau mempertanyakan kenapa mereka lebih menyukai mendatangi laki-laki daripada perempuan sedangkan Allah telah menciptakan perempuan untuk menjadi pasangan lak-laki.
Namun jawaban mereka di ayat 167 seakan menantang Nabi Luth dan mengancamnya untuk diusir apabila tetap mempermasalahkan soal orientasi seksual mereka.
Sejatinya apa yang terjadi pada kaum Nabi Luth a.s tidak hanya sekedar LGBT. Banyak perbuatan maksiat seperti mabuk, perampasan juga mewarnai kehidupan sosial mereka waktu itu.
Ditambah lagi dengan perbuatan homoseksual maka sempurnalah keburuhkan jenis kemanusiaan mereka. Bila ada pendatang entah laki-laki maupun perempuan dan memiliki wajah yang rupawan, maka seketika itu juga menjadi rebutan di antara mereka sesuai dengan jenis kelamin masing-masing.
Oleh karena itulah dalam surat Al A’raf ayat 80 dan 81 disebutkan bahwa:
“dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas”.
Kata faahisyah dalam ayat tersebut adalah jenis maksiat yang telah melampaui batas. Kata ini juga digunakan untuk menggambarkan perbuatan zina seperti dalam surat Al Isra’ ayat 32, atau juga menikahi perempuan yang telah dinikahi ayahnya juga termasuk perbuatan faahisyah (Q. S (4) : 22), dan juga perbuatan mengikuti tradisi nenek moyang yang tidak ada referensi utamanya sehingga berujung pada kemusyrikan termasuk di dalamnya (Q. S (7) : 28).
Artinya, ketika Al Qur’an sudah menjelaskan perbuatan kamu Sodom ini dengan istilah fahisyah, maka apa yang mereka lakukan ini adalah akumulasi dari dosa-dosa yang telah disebutkan tadi.
Dari penjelasan kata fahisyah tersebut bisa dihasilkan beberapa kesimpuan. Pertama, bahwa kaum Sodom adalah kaum yang durhaka terhadap Allah melalui rasul-Nya yaitu Nabi Luth a.s.
Kedua, kedurhakaan mereka dimulai dengan kemusyrikan, dan diiringi dengan perbuatan maksiat. Ketiga, bahwa puncak kemaksiatan kaum Sodom adalah praktik homoseksual yang dalam Al Qur’an telah digambarkan sebagai perbuatan yang melampaui batas, dan juga maksiat yang baru dilakukan oleh mereka.
Artinya mereka telah membuat suatu maksiat baru yang belum pernah dilakukan kaum atau umat sebelumnya. Sehingga bisa dinyatakan bahwa homoseksual tidak akan muncul kecuali telah didahului oleh “kewajaran” akan maksiat-maksiat sebelumnya tersebut.
Dan benar saja, perbuatan LGBT yang berkembang sekarang pun disebabkan karena pola hidup bebas yang telah terbebaskan dari agama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sejatinya apa yang dimaksud dengan penyamaan agama atau juga kebebasan untuk tidak beragama adalah perbuatan syirik. Kesyirikan akan berujung pada kekafiran. Dari kekafiran manusia membuat normanya sendiri diakibatkan karena penolakan mereka terhadap norma Allah.
Kebebasan yang dimiliki manusia dianggap melebihi segala macam aturan termasuk aturan Allah. Maka tidak heran bila mereka pun berani mengatakan homoseksual yang seharunya haram menjadi halal.
Bahkan ada dari mereka yang mencari pembenaran dari ayat agama untuk pembenaran fikiran mereka. Disinilah perbuatan syirik, kafir dan LGBT mendapatkan penjelasan tentang penggolongannya pada perbuatan yang melebihi batas sehingga dalam Al Qur’an digambarkan dengan kata faahisayah.
LGBT dan efek buruknya
Setelah kita memahami bagaimana Al Qur’an mengutuk perbuatan LGBT tersebut, sekarang bagaimana memahaminya dari aspek sosial maupun aspek yang lain. Apakah fenomena ini juga berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, atau hanya berhenti pada norma agama khususnya Islam.
Sebenarnya bila dipahami ayat Al Qur’an terkait dengan kaum Sodom tadi bisa diketahui bahwa perbuatan homoseksual adalah penyakit yang menular. Penyakit ini bukan penyakit medis jasmani, melainkan penyakit psikologis yang berusaha menyimpang dari fitrah manusianya. Akal yang dimainkan oleh nafsu lah penyebabnya.
Nafsu menuntut kebebasan, dan yang bisa mengekang hanyalah akal. Dan ketika akal telah dibelenggu oleh nafsu, maka kebebasan akan hadir tanpa ada penghalangnya lagi, dan bahkan nafsu akan membentuk logika kebebasan yang tidak ideal, yaitu logika untuk membenarkan kebebasan.
Seperti logika pelacuran yang mencarikan pembenarannya melalui tuntutan hidup yang sulit, atau membandingkan dosanya dengan koruptor, atau kesalehan hanya ada dalam hati, tidak selalu disimbolkan dari perbuatan, yang penting baik kepada sesama.
Dengan jargon yang selalu mereka usung, bahwa perbedaan jenis kelamin di dalam masyarakat adalah disebabkan adanya konstruk sosial. Artinya laki-laki maupun perempuan adalah penamaan yang dihasilkan dari tradisi lama dan bukan fitrahnya.
Fitrah manusia adalah sama. Perbedaannya adalah pada fungsi sosialnya. Sehingga bila perempuan sekarang bisa lebih kuat dari laki-laki, atau perempuan sekarang bisa lebih berkarya maka perempuan berubah menjadi laki-laki sesuai dengan fungsi sosialnya. Sehingga pembedaan secara tradisional tidak lagi berlaku sekarang.
Padahal urutan logika mereka yang seperti ini pun rancu. Justru bila fitrah manusia itu sama, maka tidak akan ada penamaan antara laki-laki maupun perempuan. Dan juga, sampai saat ini pun fungsi sosial antara laki-laki dan perempuan tetap berbeda. Secara biologis pun jelas bahwa ada perbedaan keduanya itu nyata dan tidak bisa dirubah.
Kemudian, perbuatan LGBT bisa dipastikan bahwa hubungan tersebut tidak berorientasi pada menghasilkan keturunan karena memang tidak memungkinkan, hubungan itu murni dari nafsu syahwat.
Maka bila demikian, akan terjadi ketimpanagan rasio, di mana angka kematian lebih tinggi daripada angka kelahiran. Akibatnya adalah krisis generasi dan keterancaman keberlangsungan sebuah bangsa.
Menanggapi hal ini, ada sebagian dari mereka yang berpendapat bahwa perihal menghasilkan keturunan bisa ditempuh dengan cara rental rahim sebagai tempat pembuahan.
Maksudnya adalah, seorang pria menanamkan bibitnya untuk membuahi bibit dari perempuan yang tidak ia nikahi. Artinya ini adalah zina tanpa hubungan biologis, karena penyewa hanya memberikan bibit sedang yang dibuahi adalah dari wanita yang disewa. Setelah kelahiran sang bayi, wanita tersebut mendapatkan bayarannya, dan bayi dibawa pergi.
Bila hal ini terjadi, maka kehamilan dan kelahiran akan dipandang sebagai sebuah proyek bisnis, dan dengan demikian, salah satu fitrah wanita akan hilang yang juga berakibat pada menurunnya martabat wanita.
Penutup
Akhirnya, harus dikatakan bahwa fenomena LGBT ini adalah permasalahan serius. Ia tidak hanya berbahaya bagi si pelaku namun juga bagi semua orang. Pokok permasalahannya adalah kehidupan bebas yang berakibat pada kesalahan pada pola pikir dan cara pandang terhadap realitas.
Cara pandang yang didasarkan pada materi dan kemanusiaan saja akan berakibat pada kesalahan pada penentuan orientasi kehidupan. Inginnya menjadi manusia seutuhnya, akan tetapi nyatanya malah semakin merendahkan kemanusiaannya hingga lebih hina dari hewan.
Maka benar saja Al Qur’an surat Al A’raf ayat 179 dan surat Al Furqan ayat 44 menyebutkan bahwa manusia yang telah diberi indera namun tidak digunakan untuk memahami wahyu dan petunjuk Allah, mereka bagaiakan binatang bahkan lebih rendah.
Selain itu, seperti halnya penyakit, LGBT harus dicegah sedini mungkin. Keluarga adalah benteng utama untuk mencegah virus ini untuk tidak muncul. Penanaman aqidah yang kuat adalah modal utama agar anak tidak salah dalam memilih cara pandang.
Seperti Luqman yang telah menegaskan kepada anak-anaknya, dalam surat Luqman ayat 13, bahwa nasehat utamanya adalah jangan sampai melakukan syirik kepada Allah karena hal itu adalah dosa yang besar. Dosa di dunia yang berakibat pada bencana duniawi, dan dosa akhirat yang berujung pada neraka yang abadi.
Wallahu a’lam bi ash showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar