Breaking

Rabu, 19 April 2023

Edisi 55 : 3 Istilah Pemimpin Politik Dalam Islam Yang Harus Diketahui

 


Oleh: Fuad Muhammad Zein

(IKPM Gontor Cab. Solo Raya) 

Kepemimpinan dalam Islam sangat penting. Sampai dalam satu hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Abu Daud, bahwa bila ada tiga orang yang berpergian secara bersamaan dalam suatu waktu, hendaklah mereka mengangkat salah satu dari ketiganya menjadi pemimpin. Anjuran ini ditujukan untuk menjaga ketertiban dan kepastian dari orientasi perjalanan. Di dalam beberapa ayat Al-Qur’an pun disebutkan pentingnya pemimpin, sampai-sampai dalam Q.S An Nisa ayat 59 disebutkan pentingnya menta’ati pemipin bersandingan dengan perintah keta’atan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sehingga dengan demikian, kepemimpinan dan sosok pemimpin ini sangat penting, dan Islam sebagai agama yang diyakini sebagai jalan hidup (the way of life) memiliki panduan dan ajaran tentang kepemimpinan ini, khususnya tentang kepemimpinan politik atau social.

Dalam khazanah Islam dikenal beberapa nama atau gelar untuk menyebut seorang pemimpin. Diantaranya adalah Imam, Kholifah dan Amirul Mukminin. Setiap gelar pastilah memiliki konotasi sendiri-sendiri yang meskipun berbeda namun bila ditela’ah lebih lanjut mungkin saja memiliki satu hubungan yang membentuk satu konsep tersendiri.

1.      Imamah

Kata Imam dalam al Qur’an disebut sembilan kali. Secara etimologi kata Imamah memiliki padanan kata dengan kata amma. Dalam Lisanul ‘Arab Ibnu Manzhur menjelaskan jika dikatakan, ammahum atau amma bihim yang memiliki makna ‘yang terdepan dari mereka’ dan berarti Imamah. Selanjutnya beliau menuliskan bahwa Imam atau pemimpin adalah setiap yang diikuti oleh suatu kaum, baik berada di jalan yang lurus mupun berada di atas kesesatan. Kata amma juga bisa diartikan sebagai tujuan atau maksud, amma yaummu diartikan qoshodahu. Ibnu Manzhur kemudian menambahkan bahwa, dikatakan pula jamalun miammun yang diartikan dengan ‘pedoman’ atau ‘guide’yang member petunjuk, demikian juga naaqotun miammatun atau ‘semuanya dari maksud’, karena pedoman yang memberi petunjuk itu bermaksud. Bentuk pluralnya adalah aimmah. Al Farahidi dalam karyanya al ‘Ain menyatakan bahwa Imam juga memiliki akar kata amma, yaummu, ummun. Kata ummun memiliki arti, segala sesuatu yang disandarkan atau dipedomankan kepadanya. Maka, dalam al Qur’an ada ummul qura, adalah kota (madinah), karena kota merupakan pusat desa, yang kepadanya segala kebutuhan desa bisa didapatkan. Ada juga ummul kitab, karena didalamnya terdapat pokok-pokok bahasan mengenai masalah-masalah yang ada dalam buku sehingga menjadi pedoman dalam pembahasan sebuah masalah. Dalam hadits adalah surat al Fatihah yang dinamakan sebagai ummul qur’an, karena di dalamnya terdapat pokok-pokok ayat-ayat mengenai syari’at dan kewajiban dan juga hukum-hukum. Sehingga gelar Imam adalah gelar yang diberikan kepada siapapun yang diikuti dan didahulukan dalam segala urusan. Seperti halnya nabi SAW adalah Imamul Ummah, karena beliaulah yang diteladani dan diikuti, dan didahulukan dalam hal penghormatan daripada umatnya.

Dengan melihat beberapa pengertian dari makna kata imamah di atas, bisa dimengerti semacam rangkaian makna imamah. Ada beberapa makna kata imamah yang bisa diambil, diantaranya adalah ‘yang terdepan’, ‘yang diikuti’, ‘yang dijadikan pedoman’. Mengenai arti ‘yang dijadikan pedoman’ dalam surat al Hijr ayat 79 disebutkan bahwa makna imam dalam ayat tersebut adalah jalan yang terang. La bi imaamin mubiin. Imam Thobari menjelaskan mengenai ayat ini bahwa kaum Luth dan kaum Aikah berada pada jalan yang terang. Maksud kata ‘imam’ yang diartikan jalan di ayat ini, karena jalan merupakan sesuatu yang diikuti dan di-pedoman-i untuk sampai pada suatu tujuan. Sehingga bisa diartikan bahwa seorang imam adalah dia yang didahulukan atau yang dikedepankan dan yang memberi pedoman sehingga ia diikuti. Imam sebuah prajurit adalah komandannya, dan imam sebuah perusahaan adalah direkturnya, dan imam dalam sebuah Negara adalah presidennya atau pemimpin pemerintahnya.

Secara umum bila diperhatikan makna imam dalam ayat-ayat al Qur’an memiliki arti yang berkonotasi dengan kebaikan. Namun ada dua ayat yang memiliki konotasi buruk, yaitu pada surat al Qashash: 41 dan surat at Taubah: 12. Bila demikian, maka penjelasan Ibnu Manzhur mengenai arti kata imam ada benarnya. Di mana beliau menjelaskan bahwa imam adalah setiap yang diikuti oleh suatu kaum, baik berada di jalan yang lurus mupun berada di atas kesesatan. Akan tetapi, Fahruddin ar Razi dalam tafsirnya telah membedakan antara keduanya. Beliau mengatakan bahwa kata tersebut, apabila kata tersebut secara sendiri, maka yang ditunjuk adalah makna petunjuk kepada kebaikan. Jika menginginkan untuk menunjukkan makna jahat, maka itu mesti dituliskan dengan menambahkan qarinah (konjungsi) yang menunjukkan kepada makna tersebut. Dengan begini, maka bisa diambil pemaknaan yang dilakukan oleh ar Razi ini sebagai makna yang benar. Karena al Qur’an memakai metode tersebut, seperti yang Nampak pada ayat-ayat di al Qur’an mengenai kata ini.

2.      Kholifah

Kholifah menjadi kata kedua yang sering dijadikan penyebutan atau gelar bagi pemimpin dalam politik Islam. Abu Bakar as Siddiq r.a yang pertama kali menggunakan gelar tersebut dengan sebutan sebagai Kholifatu Rasulillah. Dalam mu’jam-nya, Ibnu Manzhur menjelaskan bahwa kata ‘kholifah’ memiliki akar kata dengan kata kholafa (خ ل ف). Beliau menjelaskan bahwa kata kholfu memiliki makna lawan kata dari quddama yang artinya depan. Berarti dalam hal ini ia bermakna belakang. Seperti halnya dalam al Qur’an disebutkan ‘Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka’.

Laqab atau sebutan khalifah pada awalnya adalah kepada Abu Bakar r.a ketika terpilih setelah bai’at As-Tsaqifah, untuk menggantikan Rasulullah dalam memimpin umat Islamd an memelihara  kemasalahatan mereka. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa adapun penamaan sebagai khalifah (penerus atau pengganti), karena Abu Bakar menggantikan Nabi dalam mengurus umatnya. Maka dikatakan khalifah secara mutlak dan juga Khalifatu Rasulillah.

Para ulama berbeda pendapatnya dalam penamaannya sebagai khalifah Allah. Sebagian mereka membolehkannya, dengan mengutip dari khilafah amanah (ke-khalifahan umum) yang menjadi hak bagi umat manusia dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala di surat Al-Baqarah ayat 30. Juga firman-Nya, “Dia menjadikanmu khalifah-khalifah atau pewaris bumi”, namun jumhur tidak membolehkan penamaan tersebut karena makna ayat bukan terhadap hal ini, dan Abu Bakar telah melarang ketika dia dipanggil demikian, dan mengatakan bahwa Abu Bakar bukan Khalifah Allah melainkan Khalifah Rasulullah.

3.      Amirul Mukminin

Gelar yang ketiga ini pertama kali diberikan kepada khalifah yang kedua, yaitu Umar Ibnul Khaththab r.a. Ibnu Khaldun menceritakan tentang penyebab penamaan ini. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa itu adalah bagian dari ciri khas kekhalifahan, dan itu diciptakan sejak masa para khalifah. Mereka telah menamakan para pemimpin delegasi dengan nama amir, yaitu bentuk kata fa’il dari imarah. Para sahabat pun memanggil Sa’ad bin Abi Waqqash dengan Amirul Mu’minin karena dia memimpin tentara Islam dalam Perang Al-Qadisiyyah. Mereka merupakan sebagian besar umat Islam pada saat itu. Hal itu bertepatan masanya ketika sebagian sahabat memanggil Umar r.a dengan Amirul Mu’minin. Lantas orang-orang menganggapnya baik dan benar, dan memanggilnya dengan gelar tersebut. Dikatakan bahwa seorang kurir datang dengan berita kemenangan dari beberapa delegasi dan masuk ke Madinah menanyakan Umar, “mana Amirul Mu’minin?” dan didengarkan oleh sahabat-sahabatnya. Mereka menganggap itu baik, dan mengatakan, “Demi Allah kamu tepat sekali menyebutkan namanya. Sungguh dia benar-benar Amirul Mu’minin”. Lantas umat Islam pun memanggilnya dengan gelar tersebut dan gelar tersebut menjadi gelar yang tersebar luas dalam pergaulan rakyat, serta diwarisi oleh khalifah-khalifah setelahnya.

Demikianlah tiga sebutkan kepemipinan politik dan social dalam Islam. Setiap sebutan mewakili konsep dan posisinya masing-masing. Meski terkadang ketiganya dimaknai dengan makna yang sama, akan tetapi perbedaan istilah tetap akan dipahami memiliki konsepsi yang berbeda. Ketiga sebutan tersebut juga menunjukkan betapa detil dan rincinya konsepsi kepempimpinan politik dalam Islam karena menunjukkan tingkat hierarki dan posisi setiap pemimpin dari yang teratas hingaa yang terbawah, dari yang social hingga yang politis. Meski masih banyak istilah lain seperti waliyul amri, malik (Raja), sultan dan lainnya, ketiga sebutan diatas cukup mewakili isitilah kepemimpinan politik di dalam Islam, karena yang sering disebutkan dalam khazanah perpolitikan Islam. Wallahu a’lam bi ash showab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar