Breaking

Kamis, 16 Mei 2019

Edisi 26 : Membangun Semangat Komitmen Kolektif Kolegial dalam Perjuangan


Oleh: Espan Diary, S. E. I
(Pembimbing IKPM Solo Raya)

Dalam surat Ash-Shof ayat 3 Allah telah memperingatkan semua manusia bahwa salah satu hal yang sangat dibenci oleh-Nya adalah menyampaikan sesuatu yang justru malah tidak dikerjakan oleh yang menyampaikan.

Dalam ayat tersebut Allah menegur setiap muslim untuk tidak menganjurkan sesuatu yang justru ia tidak lakukan.

Hal ini disebabkan karena salah satu sifat Bani Israil adalah sikap tersebut. Dalam surat Al-Baqarah ayat 44 Allah menyebutkan:

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ (٤٤)

Artinya: “Mengapa kamu (Bani Israil) suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (dari kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berfikir?”

Baca : Menggugah Nilai-Nilai Ilahiah Yang Hampir Pudar 
 
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallama telah berpesan bahwa akan ada segolongan orang di neraka nanti yang ketika di kehidupan dunianya menyampaikan kebaikan, namun malah mengingkarinya atau sebaliknya.

Dalam hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim disebutkan bahwa “akan didatangkan seorang pada hari kiamat lalu dicampakkan ke dalam neraka. Di dalam neraka orang tersebut berputar-putar sebagaimana keledai berputar mengelilingi mesin penumbuk gandum. Banyak penduduk neraka yang mengelilingi orang tersebut lalu berkata, ‘wahai fulan, bukankah engkau dahulu sering memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran?’. Orang tersebut menjawab, ‘sungguh dulu aku sering memerintahkan kebaikan namun aku tidak melaksanakannya. Sebaliknya aku juga melarang kemungkaran, tapi aku menerjangnya”.

Sikap yang demikian akan sangat berbahaya dalam sistem manajemen suatu organisasi maupun perusahaan.

Baca : Pengaruh Spiritualitas Dalam Membentuk Motivasi Diri

Hal ini karena sikap ini justru akan menghilangkan fairness dalam organisasi atau perusahaan tersebut.

Bisa jadi informasi yang disampaikan justru malah membahayakan orang lain. Atau di lain sisi justru malah membebani orang lain dengan tugas-tugas yang sebenarnya di luar kemampuan mereka.

Padahal suatu komitmen organisasi harus ditanggung bersama, karena keberlanjutan suatu organisasi atau perusahaan adalah di tangan tiap individu dari mereka.

Untuk menumbuhkan komitmen tersebut adalah tugas dari pimpinan suatu organisasi atau perusahaan.

Bila kita contoh Rasulullah, bahwa beliau telah berhasil menjadi sosok pribadi yang merepresentasikan ajaran yang dibawanya.

Baca : Yang Seharusnya Ada Dalam Berita

Hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menyebutkan bahwa akhlaq Rasulullah adalah Al-Qur’an.

Maka bila dipahami bahwa Al-Qur’an berisi tentang ajaran dan misi kerasulan Nabi Muhammad, setiap orang akan memahami bentuk kongkrit dari ajaran tersebut dalam diri Muhammad.

Hal inilah yang kemudian memunculkan kepercayaan dari setiap orang yang ada disekelilingnya. Tidak kawan ataupun lawan semua mengakui bahwa Rasulullah adalah sosok paripurna yang terdiri dari akhlaq-akhlaq baik yang ada dalam diri manusia.

Dari hal tersebut, Rasulullah berhasil membentuk sebuah bentuk masyarakat terpuji yang pernah ada dalam sejarah umat manusia.

Baca : Santri, Jiwa Qur'ani dan Perjuangan Ummat

Sampai seorang penulis dan sejarawan Inggris bernama Herbert George Wells mengatakan  bahwa terdapat fakta yang tidak bisa dibantah, bahwa Nabi Muhammad telah meletakkan asas kemasyarakatan yang baik, di mana kekejaman dan kezaliman telah dihapuskan.

Maka boleh ditanyakan sosok manalagi yang patut diteladai selain beliau.

Kharisma beliau inilah yang menjadi daya tarik banyak orang untuk kemudian memeluk Islam. Beliau telah membentuk apa yang disebut dengan komitmen kolektif kolegial, di mana seluruh ajaran dan tuntunan dalam menjalankan suatu proses kemajuan kolektif berpijak pada kebersamaan dan melibatkan seluruh individu dalam umat. Tidak ada diskriminasi atas suatu golongan. Semuanya hanya didasarkan pada ketaqwaan.

Maka dari itu hal pertama yang beliau lakukan ketika berhijrah ke Madinah adalah mempersatukan umat dengan persaudaraan atas nama aqidah, bukan golongan maupun suku.

Persatuan itu berhasil karena Nabi mampu mentransformasikan apa yang beliau bawa kepada setiap individu yang ada dalam masyarakat waktu itu.

Kepemimpinan yang dicontohkan Rasulullah ini adalah bentuk dari kepemimpinan transformative. Suatu bentuk kepemimpinan yang mampu mentansformasikan atau mengubah semua yang ada di bawah kepemimpinannya menuju suatu bentuk yang lebih baik.

Perubahan tersebut terbentuk karena dalam suatu proses melibatkan setiap sumber daya yang ada. perubahan tersebut juga tidak bisa dicapai bila pemimpin tidak bisa mentransformasikan visi misinya kepada seluruh individu yang ada dalam organisasi atau perusahaannya.

Donna J. Denis dan Deborah Denis Meola dalam bukunya Preaparing for Leadership mengatakan bahwa:
Transformational Leader looks at each member of their staff and helps them grow and develop into leader in their own right. Transformational leader respond to individual followers’ differences and needs, and then empower each individual to align his or objectives and goals to the larger organization”.

Maksud dari perkataan di atas adalah bahwa seorang pemimpin harus bisa melihat potensi dari tiap pegawainya.

Hal itu penting agar ia selaku pemimpin bisa mendelegasikan tiap tugas sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh setiap pegawainya.

Dengan demikian, setiap pegawai bisa berkembang sesuai dengan bidangnya dalam rangka merealisasikan tujuan dari organisasi maupun perusahaannya.

Disinilah kolektif kolegial itu bisa terlaksana. Karena bila tidak demikian, maka job desk perusahaan akan diberikan kepada yang bukan ahlinya, dan akhirnya tidak akan terlaksana, pegawai juga terbebani, dan tujuan organisasi maupun perusahaan tidak akan bisa terwujud.

Kata Al Fudhail ibn ‘Iyadh rahimahullahu:

مَنْ طَلَبَ أَخًا بِلاَ عَيْبِ يَقِيَ بِلاَ أَخٍ

Artinya: “Bahwa barangsiapa mencari saudara yang tanpa cela, maka ia akan selamanya tidak akan mendapatkan saudara

Pelajaran yang bisa diambil dari kata-kata di atas adalah bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Setiap insan dalam proses pembelajaran menuju kesempurnaan dirinya.

Kesalahan adalah tanda bahwa dia adalah manusia, karena memang manusia adalah tempat salah dan lupa, dan sebaik-baik orang yang salah adalah dia yang segera bertaubat atau dengan kata lain segera mengintrospeksi dirinya dan mengevaluasi kesalahannya.

Dengan demikian, ia belajar dari kesalahannya untuk bisa menggantikannya dengan kebaikan-kebaikan setelahnya. Wallahu a’lam bi ash showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar