Breaking

Kamis, 28 Januari 2021

EDISI 42 : MENGEMAS CARA PANDANG ISLAM DENGAN MEDIA ALA GENERASI MILLENIAL

Oleh: Fuad Muhammad Zein

(Anggota IKPM Cab. Solo Raya)

Era millennial merupakan era baru yang secara niscaya muncul dan membawa banyak perubahan. Perubahan tidak bisa ditolak karena memang itu sudah merupakan sunnatullah yang harus dihadapi. Meski demikian tidak semua berubah. 

Seperti halnya pepatah Mesir mengatakan, la jadida tahta asy syamsi, atau tidak ada yang baru apa pun yang berada di bawah matahari, segala fenomena dan problem manusia pun sama, hanya kemasannya berbeda. 

Maka dakwah pun perlu melakukan invoasi dan pembaharuan metode dengan melakukan adaptasi terhadap perubahan yang ada.

Baca juga : Senjata Seorang Muslim Dalam Menghadapi Gangguan Syetan

Secara sederhana, bahwa bisa disimpulkan ada beberapa fenomena era millennial yang perlu diperhatikan. 

Pertama adalah bahwa fenomena hari ini adalah produk dari era sebelumnya yang secular, pragmatis, di mana agama telah teracuhkan dari urusan public. 

Kedua adalah era industrialism di mana masyarakat terpacu untuk mengeluarkan etos kerja mereka dengan standar tinggi yang melahirkan gaya hidup hedonism, dan melahirkan fenomena teknikal yang menafikan dimensi spiritual manusia. 

Baca juga : Mengajar Adalah Sebagian Dari Ketaatan Kepada Sang Khaliq

Ketiga perkembangan teknologi informasi yang memudah masyarakat dalam mendapatkan banyak hal tanpa harus bersusah payah dan mengakses ragam referensi. 

Keempat adalah mulai munculnya kerinduan akan sipiritualitas sehingga memunculkan banyak acara-acara atau pelatihan-pelatihan yang mengajarkan ketenangan spiritual. 

Fenomena-fenomena ini bila dicermati dengan baik tidak selalu terlihat buruk. Era modern meski biar bagaimana pun membawa kemajuan dalam banyak hal yang bisa juga digunakan dan dimanfaatkan untuk Islam. 

Industrialisasi yang terjadi memang sudah menjadi keniscayaan perubahan zaman, di mana manusia berkehendak ingin mengoptimalkan potensinya sehingga dapat mencapai keinginan yang dikehendakinya. 

Baca juga : Dikotomi Ilmu Dalam Islam

Hanya saja, ukuran kebahagiaan di era ini perlu ditegaskan bukan pada aspek kepemilikan harta, atau jenis pekerjaan yang didapat. 

Artinya, bahwa fenomena-fenomena tersebut masih sangat bisa untuk dijadikan sarana dakwah bila dilandasi dengan cara pandang Islam yang baik.

Maka sebagai langkah pertama dalam proses dakwah adalah penanaman cara pandang Islam bagi setiap muslim. 

Cara pandang Islam atau yang biasa disebut dengan Islamic Worldview adalah basis keyakinan dalam diri seorang muslim dan integral dalam dirinya sebagai motor penggerak dalam merealisasikan keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral. 

Baca juga : Membangun Koalisi Kebaikan

Substansi dalam Worldview Islam ini adalah tentang ‘aqidah, syari’ah dan akhlaq.  Hal ini diperlukan untuk membentuk basis keyakinan yang berfungsi sebagai system eliminasi pengaruh-pengaruh yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. 

Dalam rangka langkah tersebut, tentu bagi para da’i harus memiliki penguasaan atas sumber-sumber Islam yang baik pula, khususnya dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah. 

Kemudian disampaikan dalam sarana-sarana komunikasi yang persuasive kepada masyarakat, seperti layaknya petani menanam tanaman, Islam merasuk dan terintegrasikan dalam diri da’i dan masyarakat. 

Baca juga : Doktrin Dan Ilmunya di Era Sosial Media

Walhasil, Islam terwujudkan dalam keseharian dan membentuk kepribadian diri mereka, dan memunculkan kebanggaan terhadap Islam melebihi kebanggaan suku dan ras yang waktu itu sangat dominan. 

Terbukti dengan hal tersebut, Islam menyebar ke seluruh jazirah Arab dan bahkan berhasil mengalahkan kekaisaran Romawi dan Persia dan berubah menjadi sebuah tatanan masyarakat besar yang mencakup daerah-daerah lainnya hingga ke dataran Eropa di masa kekhalifahan Islam berikutnya.

Penanaman Worldview Islam ini sangat efektif bila diterjemahkan dalam karya yang bisa disebarkan melalui media internet. 

Kelebihan internet untuk dakwah dibandingkan dengan media lain bisa dilihat dalam beberapa factor. 

Baca juga : Amalan Hati

Pertama, media internet menghilangkan batas jarak dan waktu. Materi dakwah yang disampaikan melalui internet bisa diakses secara langsung di mana saja dan kapan saja. 

Kedua, kemasan dakwah bisa menjadi sangat variatif karena fasilitas dari media internet memungkin da’i untuk memperoleh ragam kemasan yang lebih konsumtif, seperti video, komik singkat, meme, gambar, buku. 

Factor ini justru akan melatih skill da’i yang bahkan juga bisa menghasilkan pendapatan secara finansial dari tiap unggahan yang dibuat. 

Baca juga : Hubungan Pemimpin Dan Ulama

Ketiga, jumlah pengguna internet yang kian hari semakin meningkat menjadikan sasaran dakwah bisa menjadi lebih luas. 

Selain itu, pengguna internet ini tidak hanya dari kalangan muslim, melainkan juga dari mereka yang non-muslim. 

Sehingga kemungkinan dakwah masuk dan menjadikan mereka tertarik untuk masuk Islam semakin besar. Tentu hal ini menjadi kabar baik bagi para pegiat dakwah. 

Baca juga : Bukan Bacaan Biasa

Keempat, hemat biaya dan energy. Sajian dakwah di internet akan memangkas biaya dakwah yang biasanya dilakukan dengan cara ceramah. Konten yang menarik bahkan bisa mendatangkan pendapatan finansial. 

Selain itu, para da’i tidak perlu untuk mendatangi para jama’ah satu persatu, melainkan bisa mempersilahkan mereka untuk menikmati unggahan berupa video atau mengunduh buku dalam bentuk elektronik sehingga tidak menguras banyak energy bagi da’i maupun mad’u. 

Baca juga : Yang Seharusnya Ada Dalam Berita

Efektifitas dakwah melalui sambungan internet atau media sosial sangat besar. Media sosial merupakan cara baru dalam berkomunikasi yang lebih interaktif. 

Jaringan komunikasi yang cepat menawarkan satu jalan untuk saling bergantung, menciptakan ikatan diantara orang-orang yang ada di dalamnya melalui teknologi digital, kecepatan komunikasi dalam membangun pemahaman bersama untuk melakukan tindakan kolektif. 

Dengan demikian, koordinasi antara da’i pun bisa diseragamkan dan dilakukan secara massif. Selain itu misi-misi Islam akan lebih mudah diakses oleh masyarakat dan kemudian memunculkan isu sosial yang positif yang bersifat masal.

Baca juga : Cara Rasulullah Dalam Membangun Basis Politik

Tren media sosial saat ini juga memunculkan istilah netizen journalism. Istilah ini populer sejak tahun 1990an hingga mencapai momentumnya di tahun 2001 sewaktu tragedy WTC di Amerika. 

Fenomena ini muncul akibat dituntutnya kecepatan informasi dari sebuah peristiwa yang terjadi. Akhirnya melahirkan efek yang kurang baik, karena berita lebih mementingkan kecepatan bukan keakurasian. 

Namun fenomena ini akan menjadi peluang bagi umat muslim ketika aktifitas-aktifitas dakwah yang menonjol bisa diliput dan diberitakan kepada masyarakat sebagai sosialisai dakwah Islam, seperti melalui media youtube atau instagram. 

Baca juga : Air Dan Mukjizat Penciptaan

Selain itu, judul yang bombastis sangat efektif dalam menarik pengguna media sosial untuk membaca berita atau tulisan tentang materi-materi Islam.

Langkah selanjutnya adalah membentuk komunitas-komunitas dakwah dan menjalin jaringan kerjasama antar kelompok. 

Hindari konflik antar kelompok dakwah dan perkuat kerjasama. Sebuah gerakan tidak akan bisa berjalan maksimal kecuali dilakukan secara berjama’ah. 

Baca juga : Spiritualitas Dalam Kerja

Hal tersebut bertujuan agar dakwah lebih terorganisir dan akomodatif terhadap karakter masyarakat yang berbeda-beda. 

Wallahu a’lam bi ash showab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar