Oleh: Fuad Muhammad Zein
(IKPM Solo Raya)
مَنْ عَرَفَ اللهَ أَزَالَ التُّهْمَةَ وَ قَالَ كُلُّ فِعْلِهِ بِالحِكْمَةِ
“barang siapa mengenal Allah SWT, maka hilanglah prasangka (buruk) terhadap-Nya, dan akan mengatakan (meyakini) bahwa segala perbuatan-Nya selalu ada hikmah dari-Nya”
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna. Kesempurnaan tersebut merupakan nikmat-Nya yang harus betul-betul disyukuri oleh manusia dengan menjaga dan memanfaatkannya dalam keta’atan pada-Nya. Kesempurnaan manusia yang paling menonjol adalah ketika Allah dengan rahmat-Nya menganugerahkan akal kepada manusia dan mengajarkan berbagai macam hal kepadanya sehingga manusia mampu mendapatkan ilmu yang langsung diajarkan oleh Allah.
Hal inilah yang membuat manusia memiliki derajat yang tinggi sehingga malaikat pun diperintahkan Allah untuk bersujud member penghormatan kepada manusia.
Allah pun telah menyempurnakan perangkat lain dalam kehidupan manusia agar manusia mampu memaksimalkan akalnya dalam memahami ilmu-ilmu dari Allah SWT.
Dalam surat al Insan ayat 1-3, Allah menyatakan bahwa manusia telah dianugerahi indera penglihatan dan pendengaran agar mampu menangkap ayat-ayat-Nya.
Namun ternyata dengan itu tidak semua manusia mensyukuri hal tersebut. Hanya sebagian dari manusia yang mensyukurinya dan sebagian yang lain mengingkari nikmat ini.
Dan barangsiapa yang mengingkarinya, maka adzab Allah telah menunggunya, entah di kehidupan dunia maupun di akhirat kelak.
Ayat-ayat Allah terbentang dan terjabarkan jelas di alam semesta ini. Hal ini bertujuan agar manusia tidak sampai terjerumus dalam kesesatan yang berakhir pada kerugian pada dirinya sendiri.
Dengan kekurangannya, manusia harus dibimbing agar ia tidak celaka dalam mengarungi kehidupannya di dunia. Oleh karena itu, hendaklah manusia selalu memahami segala ayat-ayat Allah sehingga ia juga mampu menjaga dirinya dari kehancuran.
Selain itu, dunia merupakan tempat ujian bagi manusia. Dalam surat al Insan ayat 2 telah jelas disebutkan:
إِنَّا خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا (٢)
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat”
Kata “nabtaliihi” dalam ayat di atas menegaskan bahwa manusia diciptakan di dunia ini untuk diuji keta’atannya pada Allah SWT. Ujian ini bisa berbentuk kesenangan, kesedihan, perintah dan larangan.
Manusia harus lulus dalam ujian ini agar ia mampu meraih kebahagiaan yang sempurna di akhirat kelak. Oleh karena itu, Allah menciptakan perangkat-perangkat dalam diri manusia agar manusia bisa mengenali tanda-tanda yang telah Allah berikan dalam ujian ini.
Orang-orang yang mampu mengenali tanda-tanda ini pastilah akan lulus dalam ujian kehidupan.
Dan hanya orang-orang yang berilmu yang mampu mengenali tanda-tanda ini, seperti yang dinyatakan dalam al Qur’an surat Ali Imron ayat 7.
Dalam surat Faathirayat 28 juga telah dinyatakan bahwa“……,Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”, dan yang dimaksud dengan ulama adalah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.
Artinya, hanya orang-orang yang berilmu lah yang mampu mengenali Allah dengan tanda-tanda-Nya, dan selamat dalam mengarungi kerasnya kehidupan di dunia ini.
Inilah yang seringkali dilupakan oleh manusia. Terkadang manusia melupakan hakikat kehidupan dan tenggelam dalam hinar binary kehidupan dunia.
Mereka terlalu terlena dengan kesenangan atau terlalu terpuruk dengan kesedihan dan melupakan bahwa semua itu merupakan ujian bagi mereka.
Tak jarang mereka menyombongkan dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa kekayaan yang mereka dapatkan merupakan hasil dari kerja keras yang mereka lakukan tanpa mengakui bahwa itu semua merupkan rahmat sekaligus ujian Allah bagi mereka.
Ataupun juga mereka menuntut dan protes atas fenomena-fenomena dunia yang menurut mereka tidak adil karena kesedihan menghampiri dirinya.
Manusia seharusnya menyadari bahwa di balik itu semua ada hal yang tersembunyi, yang itu akan mengajarinya bagaimana seharusnya hidup di dunia ini.
Namun mereka menolak dan memilih untuk menghindar sehingga membawa mereka pada kesesatan dan sekaligus secara bertahap menjadikan kehidupan mereka semakin rumit dan sulit.
Kemampuannya mengenali tanda-tanda Allah, akan menjadikan seseorang percaya dan mengimani bahwa Allah selalu bersamanya.
Ia tidak akan takut ketika mendapatkan kesusahan dan juga tidak akan terlena dengan kemudahan hidup yang ia terima. Ia akan selalu berusaha sekuat mungkin karena ia yakin bahwa Allah akan selalu membimbingnya menuju apa yang ia inginkan.
Sehingga ketika ia mencapai impiannya, ia sudah siap menerimanya dan akan bersyukur karena sadar bahwa ia baru saja ditolong oleh kekuatan Maha Besar yang selalu memperhatikannya.
Seperti yang dinasehatkan oleh Ibnu ‘Athoillah dalam bukunya Al Hikam, bahwa Allah tidak akan mengbulkan do’a seseorang sehingga ia betul-betul siap menerima apa yang ia do’akan atau yang ia inginkan.
Disebutkan dalam buku yang sama, bahwa janganlah kita menuntut apa yang kita inginkan kepada Allah sebelum kita memenuhi kewajiban yang Allah tuntutkan pada kita.
Sehingga dengan begini, kehidupan kita tidak akan lepas dari rahmat-Nya dan sekaligus menjamin kebahagiaan akan sampai pada diri kita.
Sebagai kesimpulannya, bahwa keimanan kepada Allah SWT akan membuat kehidupan manusia semakin indah. Keilmuan untuk memahami setiap tanda-Nya menuntun kita semakin dekat dengan rahmat-Nya.
Manusia akan semakin bijak dalam menghadapi segala fenomena kehidupan dan akan lebih cerdas untuk menghindari jalan pintas yang justru malah akan merugikannya.
Seperti halnya dengan buah manggis yang terdapat daging manis di balik kulitnya yang pahit, maka selalu ada hikmah yang luar biasa hebat di setiap ketentuan Allah dalam kehidupan manusia.
Wallahu a’lam bi ash showaab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar