Breaking

Kamis, 31 Desember 2020

EDISI 40 : TIME IS LEARNING: MENGAJAR SEBAGIAN DARI KETAQWAAN KEPADA SANG KHOLIQ



Oleh : Aldo Redho Syam

Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Surat Ali Imran, Ayat: 102).

Dari ayat diatas, ada suatu hal yang menarik untuk dikaji yaitu pada kalimat “sebenar-benar taqwa kepada-Nya (Allah) (حَقَّ تُقَاتِهِ)”, mengapa Allah SWT menyebut dengan “sebenar-benar taqwa” dibanding menyebut dengan kata “taqwa sebenarnya”?. 

Hal ini dikarenakan ketaqwaan termasuk sebab utama yang menghantarkan seseorang mukmin kepada husnul khotimah, dalam menjauhi seluruh larangan dan mengikuti perintah-Nya (M. Quraish Shihab, 2002). 

Taqwa, secara etimologis, merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, yaitu “waqa, yaqi, wiqayah”, yang berarti menjaga. 

Adapun secara terminologis, taqwa adalah penjagaan diri seorang hamba Allah SWT dengan selalu taat aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan selalu menjauhi semua yang larangan yang sudah ditentukan-Nya (Ahmad Farid, 2008).

Dalam kegiatan belajar mengajar, ketaqwaan seorang guru merupakan sifat dan sikapnya dalam menaati seluruh perintah yang ditetapkan Allah SWT dan menjauhi setiap larangan yang telah ditentukan Allah SWT. 

Seorang guru hendaknya selalu menjaga ketaqwaannya kepada Allah SWT dalam proses belajar mengajarnya, karena guru merupakan orang yang mengajarkan peserta didiknya tentang ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum lainnya, sehingga apapun yang diperintahkannya kepada peserta didik tidaklah menyimpang dari segala bentuk kejahatan ataupun perbuatan keburukan yang tidak dibenarkan dalam agama, dan semua yang dilakukannya pastinya akan dimintai pertanggung jawab di hari akhir nanti (M. Nasib Ar-Rifa’i, 1989).

Ketaqwaan seorang guru dalam mengajar, juga dapat tercerminkan dari sikap guru yang yang tiada hentinya mengajarkan berbagai ilmu dan pengetahuan kepada muridnya, mereka tidak merasa rugi atas ilmu yang sudah diberikan kepada muridnya, dan mereka malahan akan menjadi lebih bangga dan senang apabila muridnya lebih pintar dari mereka, dan juga akan bersyukur apabila ilmu yang sudah diberikan, akan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi anaknya dan dapat diamalkan. 

Guru sebelum memberikan ilmu kepada muridnya, beliau mencari ilmu sebanyak mungkin, pagi siang dan malam, agar dapat memberikan ilmu dan berbagi kepada murid-muridnya.

Menurut M. Ashaf Shaleh (2002), karakteristik seorang guru dalam menjaga ketaqwaannya dalam proses belajar mengajar, dapat dikelompokkan dalam hal-hal berikut ini, yaitu: menafkahkan sebagian waktunya di waktu luang dan sempit; menahan emosinya dalam proses belajar mengajar; memaafkan segala bentuk kesalahan yang diperbuat oleh peserta didiknya; apabila berbuat kebatilan dalam kegiatan belajar mengajar, segera untuk bertaubat kepada Allah SWT; menghentikan segala bentuk perbuatan nahi maupun munkar; dan mengedepankan untuk selalu berbuat baik ketika melaksanakan tugas dan kewajiban ketika mengajar ilmu pengetahuan kepada peserta didik.

Sedangkan kedudukan taqwa bagi seorang guru dalam mengajar merupakan suatu hal yang sangat penting, hal ini disebabkan ketaqwaan adalah pangkal dari seluruh pekerjaan yang dilaksanakannya, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Hujarat, ayat:13, 

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ 

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” 

Dari ayat diatas, dapat dipahami bahwa taqwa merupakan salah satu perintah Allah SWT kepada setiap hamba-Nya. Kata taqwa sendiri telah disebutkan sebanyak 256 kali dalam al-Qur’an (M. Ashaf Sholeh, 2002). Dan menjadikan ketaqwaan sebagai salah satu kunci keberhasilan bagi guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam menggapai ridho Allah SWT.

Adapun tujuan dari ketaqwaan yang harus dimiliki oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu: 

1). Menjadi hamba Allah yang bertakwa, yaitu semata-mata mencari ridho Allah SWT dan niatkan segala bentuk aktivitas mengajar sebagai Ibadah kepada Allah SWT; 

2). Mengantarkan subyek mengajar bagi seorang guru sebagai khalifah fi al-ardl, yang diharapkan dapat membawa keberhasilan dan kesuksesan bagi peserta didiknya baik dunia dan akhirat; dan 

3). Memperoleh kebahagiaan hidup dan kesejahteraan hidup baik dunia maupun akhirat. Hal ini sesuai dengan cita-cita dari setiap guru, yang selalu dipanjatkan dalam do’a-do’anya setelah beribadah, yaitu “Rabbana atina fid-dunya hasanah, wa filakhirati hasanah wa qina ‘adzaban-nar” (Achmadi, 2005). 

Menjaga ketaqwaan bagi guru dalam mengajar ilmu pengetahuannya kepada peserta didik memang tidak mudah, namun apabila mengajar selalu dilandaskan dengan ketaqwaan kepada Allah SWT, dapat menjaga seorang guru dari hal-hal nahi dan munkar, karena taqwa sendiri memiliki pengertian sebagai penjagaan. 

Dalam hal ini Umar bin Khathab, pernah berdialog dengan Ubay, dimana Ubay menanyakan kepada Umar bin Khathab perihal taqwa, 

Ubay bertanya kepadanya: “Apakah engkau pernah melewati jalanan yang berduri. 

Umar menjawab: “ya aku pernah”. 

Ubay kemudian bertanya kembali: “Lalu apa yang engkau lakukan pada saat itu”. 

Umar bin Khathab pun menjawab: “Aku akan berupaya keras dan bersungguh-sungguh agat dapat menghidari duri tersebut”. 

Lalu Ubay pun mengatakan kepada Umar bin Khathab: “Itulah yang dinamakan dengan taqwa” (Ibnu Katsir, 2009). 

waalahua’alam bishawab


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 2005. Ideologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 1989. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Volume 4. Jakarta: Gema Insani.

Farid, Ahmad. 2008. Quantum Takwa, Hakekat Keutamaan dan Karakter Orang-orang Bertakwa. Solo: Arafah.

Katsir, Ibnu. 2009. Al-Misbahul Munir fi Tahdzuhi Tafsiri Ibni Katsir, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Sahih Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.

Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian dalam Psikologi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Shaleh, M. Ashaf. 2002. Takwa Makna dan Hikmahnya dalam Alquran. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Volume 2. Jakarta: Lentera Hati.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar