What then is time? If no one asks me, I know what it is, If I wish
to explain it to him to asks, I do not know. ( St. Agustinus)
Kalimat di atas merupakan kalimat yang disampaikan oleh Santo Agustinus ketika ditanya tentang waktu. Menurutnya waktu merupakan hal yang tidak bisa didefinisikan. Karena tidak terdefinsikan, maka waktu tidak bisa diukur.
Kemustahilan untuk diukur inilah yang menyebabkan waktu tidak bisa dijelaskan. Hanya saja pemahaman waktu bisa dicapai ketika akal merumuskan waktu dalam bentuk periode-periode waktu di mana manusia melakukan aktifitasnya.
Rumusan itu kemudian dipahami sebagai pergantian waktu, seperti
siang malam, masa lalu, masa sekarang, masa depan. Semua makhluk berada di
aliran waktu ini, meski begitu dekat akan tetapi hakikat waktu sendiri tetap
menjadi misteri.
Dalam Islam waktu dijelaskan melalui symbol-simbol periode waktu. Banyak dari ayat Al Qur’an yang menyebutkan periode waktu di mana manusia sedang dalam aktifitasnya.
Seperti waktu dhuha, waktu shubuh, siang, malam, dan sebagainya. Periode-periode waktu itu menunjukkan makna keterbatasan dalam kehidupan. Bahwa hidup manusia dibatasi oleh batas-batas waktu yang dikenal oleh periode tersebut.
Ada waktu untuk memulai dan pasti ada pula waktu untuk mengakhiri. Bahkan ketika manusia ingin melanjutkan kegiatan yang sama, ia tetap melalui batasan waktu permulaan dan akhiran tersebut.
Pengertian tentang
waktu ini juga dijelaskan oleh Newton, bahwa waktu sebagai sesuatu yang lurus
dan terbatas layaknya sumberdaya inilah yang membuat manusia merasa
dikejar-kejar oleh waktu, dan menuntut manusia untuk segera mewujudkan
rencana-rencanya dalam rentang waktu tertentu.
Selain menyimbolkan waktu dalam bentuk waktu-waktu yang telah
disebutkan sebelumnya, Al Qur’an juga menyimbolkan pengertian waktu dalam
beberapa istilah:
- Pertama adalah ad Dahru. Dalam istilah ini Al Qur’an menjelaskan waktu sebagai rentang masa yang panjang di mana manusia dan kehidupan dunia berlangsung. Bahkan sejak sebelum diciptakan hingga kembali pada asal penciptaannya. Seperti yang disebutkan dalam surat Ad Dahr ayat 1 ketika menjelaskan tentang penciptaan manusia.
- Kedua adalah Ajal. Melalui istilah ini, Al Qur’an ingin menjelaskan hakikat waktu sebagai batas massa. Bahwa segala sesuatu memiliki batas massanya sehingga segala sesuatu akan menghadapi batas akhir mereka. Seperti dalam surat Al A’raf ayat 34, yang menyebutkan bahwa setiap sesuatu apabila sudah sampai pada batas waktunya, maka tidak akan ada yang mampu menundanya atau mempercepatnya. Dari isitilah ini bisa dipahami bahwa tidak hanya umur manusia, akan tetapi rentang masa kejayaan, kekayaan, wibawa dan pengaruh akan menemui batas waktunya walau dipertahankan sekuat apapun. Sehingga dengan demikian, tidak ada keabadian bagi segala sesuatu.
- Ketiga adalah waktu. Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab menjelaskan arti waktu sebagai sebuah kadar tertentu dari massa. Maksudnya adalah bahwa ketika Al Qur’an menggunakan istilah ini, waktu dijelaskan sebagai tempo atau ketentuan massa akan terjadinya suatu hal. Artinya bahwa waktu bagi masing-masing makhluk sudah ditentukan, di mana yang mengetahuinya hanya Allah subhanahu wa ta’ala. Kapan dia lahir, meninggal, sukses, gagal dan sebagainya. Semuanya telah tertentukan waktunya secara rinci. Seperti dalam surat Al Hajr ayat 38 maupun surat Al A’raf ayat 187.
- Keempat adalah Al ‘Ashru. Ibnu Katsir menjelaskan waktu ashar sebagai waktu di mana manusia sedang sibuk-sibuknya dengan aktifitas mereka. Atau bisa dipahami sebagai waktu produktinya manusia sepanjang hari yang ia miliki. Meski demikian, ada pula yang memaknai waktu ashar sebagai waktu yang mendekati terbenamnya matahari. Bila dua makna ini dipadukan, bisa dipahami bahwa Al-Qur’an ingin menjelaskan kondisi manusia melalui waktu, bahwa banyak manusia yang tidak menyadari akhir dari waktunya, dan masih sibuk untuk mengejar urusan dunianya.
Beberapa pengertian waktu dalam Islam yang dijelaskan Al Qur’an melalui beberapa istilah tersebut menunjukkan bahwa Islam menekankan pentingnya memperhatikan waktu bagi seluruh manusia, dan terkhusus umat Islam.
Apalagi ketika beberapa ayat Al Qur’an menyebtukan bahwa Allah juga menggunakan waktu sebagai media sumpah-Nya, maka semakin menegaskan bahwa waktu adalah anugerah yang besar, namun seringkali tidak disadari oleh manusia.
Teguran surat Al Ashr bagi mereka yang lalai akan waktu
Mereka yang berakal akan menyadari pentingnya waktu dan berusaha
untuk memanfaatkannya untuk menambah kebaikan selama di dunia. Ibnu Katsir
menjelaskan surat Al Furqon ayat 62, bahwa bagi orang yang berakal, waktu akan
dipahami sebagai kesempatan untuk bisa menambah kebaikan atau memperbaiki
kesalahan. Beliau mengutip hadits shahih riwayat Imam Muslim:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ، وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala membentangkan tangan-Nya pada waktu malam untuk menerima taubat orang yang berdosa pada waktu siang dan Dia membentangkan tangan-Nya pada waktu siang untuk menerima taubat orang yang berdosa pada waktu malam hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya”
Kesadaran manusia akan pentingnya waktu menjadi pembeda antara mereka yang kufur dengan mereka yang syukur. Surat Al Ashr menjelaskan bahwa kebanyakan dari manusia merugi disebabkan karena lalainya mereka terhadap waktu.
Bahwa mereka seringkali lupa akan hakikat waktu yang terbatas dan merasa dirinya mampu untuk hidup selamanya. Mereka merasa mampu untuk melakukan segala hal yang mereka inginkan sampai hal yang mustahil pun mereka akan coba.
Dengan potensi akal dan kekuatannya manusia seolah-olah ingin menyingkirkan peran Allah, dan menegaskan kekuasaannya di dunia. Akhirnya segala macam aturan dan ketetapan Allah diabaikan dan dilanggar. Semuanya diperbolehkan dengan alasan kemanusiaan.
Padahal apa yang telah ditentukan oleh Allah tidak akan bisa dirubah sekalipun dengan potensi manusia paling jenius. Akhirnya terjadi benturan antara produk manusia dengan ketentuan Allah yang menghasilkan kerusakan, tidak hanya pada alam melainkan juga pada manusia.
Di sinilah bentuk kerugian
yang dihadapi oleh manusia akibat perbuatannya sendiri. Demikianlah kekufuran
manusia yang membuahkan bencana.
Akan tetapi berbeda bagi mereka yang menyadari arti pentingnya waktu. Dalam banyak pepatah disebutkan bagaimana berharganya waktu. Ada yang mengatakan bahwa waktu adalah emas, waktu adalah uang dan sebagainya.
Intinya
bahwa waktu adalah anugerah Allah yang tiada bandingan nilainya. Begitu
berharga untuk dilewatkan sehingga bila terlewatkan ia bagaikan kehilangan emas
maupun harta berharga lainnya. Yang demikian itu karena waktu bagaikan aliran
air yang terus mengalir dan tidak akan pernah kembali.
Maka cara yang paling tepat untuk selalu menyadari waktu dan mensyukurinya adalah dengan selalu produktif dengan amal sholeh. Amal sholeh yang dilakukan adalah dalam bentuk memberikan keamanan bagi dirinya, keluarganya dan lingkungan sekitarnya. Menghasilkan perbaikan yang mampu menumbuhkan perkembangan yang positif bagi kehidupan. Selalu mengajak pada kedamaian sosial dan menegakkan keadilan.
Seperti yang dianjurkan dalam surat
An Nisa ayat 9 agar setiap dari kita mempersiapkan generasi penerus yang jauh
lebih kuat dan lebih tinggi kualitas agama dan kemanusiaanya. Anjuran tersebut
tidak akan bisa terlaksana bila masing-masing dari kita tidak memanfaatkan
waktu dengan hal-hal yang baik dan bermanfaat.
Kemudian selain itu, amal sholeh juga akan menjadikan diri seseorang lebih menyadari posisinya sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Dengannya ia akan lebih teliti dan mawas diri dengan apa yang ia perbuat.
Ia akan
mempelajari betul ilmu pengetahuan dengan semua korelasinya agar tidak
menimbulkan kerusakan di satu aspek meski telah berhasil menghasilkan kemajuan
di aspek lainnya. Dengan demikian ia akan berprestasi sekaligus bernilai ibadah
yang dimensi keuntungannya duniawi dan ukhrowi. Di sinilah keberuntungan
seseorang yang dimaksud dalam surat Al ‘Ashr.
Demikianlah waku perlu dipahami dan dimanfaatkan. Tidak ada yang
lepas dari ketentuan-ketentuan Allah dalam waktu. Meskipun waktu terus berjalan
seperti aliran yang tak pernah putus, waktu ternyata juga mampu menjadi
potongan-potongan memori atau kenangan yang bisa jadi indah atau buruk. Maka
sebaik-baik seserang adalah yang baik dikenang oleh orang lain karena kebaikan
dan ketaqwaannya. Wallahu a’lam bi ash showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar