Oleh: Fuad Muhammad Zein
(IKPM Solo Raya)
“It would be superfluous to explain here that not only most of the histories of the prophets in the Koran but also many of the dogmas and laws are of Jewish origin. In comparison, the influence of the Gospels on the Koran is much slighter”
Kalimat di atas adalah tuduhan seorang orientalis asal Jerman bernama Theodore Noldeke. 161 tahun yang lalu dia mengarang buku berjudul “Geschichte des Qorans” yang kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Inggris dengan judul “The History of Qur’an”.
Di buku inilah kalimat di atas tertulis, yang dalam terjemahan bebasnya adalah bahwa ajaran Islam sebenarnya adalah produk plagiasi Muhammad terhadap ajaran-ajaran Yahudi dan Nasrani. Hal ini dilandasi pada argumentasinya bahwa banyak cerita dan juga dogma Islam yang sangat mirip dengan yang ada pada Yahudi dan Kristen.
Dan atas argument tersebut, Noldeke mengatakan bahwa cerita bahwa Nabi Muhammad adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis adalah suatu kebohongan.
Karena menurutnya, proses plagiasi tersebut tidak mungkin bisa dilakukan kecuali Muhammad adalah sesorang yang mahir dalam membaca kitab-kitab suci zaman dahulu, serta membuat catatan-catatan tentang ajaran-ajaran yang akan diplagiasi, kemudian dimodifikasi, sehingga seakan-akan menjadi ajaran yang orisinil dari buah pikirannya.
Delapan tahun yang lalu, tepatnya di tahun 2013 juga sempat terjadi hal yang sama. Dalam sebuah situs penginjil yang bernama ww.bacabacaquran.com, pernah ada artikel yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad menyontek do’a Yesus.
Dalam artikel tersebut, penulis mengatakan bahwa Nabi Muhammad menyontek do’a Yesus tentang do’a ketika seseorang yang sedang mengalami penderitaan. Selain tuduhan itu tidak ilmiah, do’a yang diakui sebagai do’a yang diajarkan Nabi Muhammad itu pun ternyata hanya karangan mereka saja.
Sebenarnya masih banyak sekali tuduhan-tuduhan serupa yang intinya berusaha untuk menyebarkan keraguan terhadap kerasulan Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam, yang pada akhirnya akan berujung pada keraguan terhadap ajaran Islam.
Jawaban atas tuduhan
Sudah maklum diketahui dalam sejarah umat Islam bahwa Nabi Muhammad memang seorang yang tidak bisa membaca dan menulis. Hal ini terrekam dalam sejarah peristiwa penerimaan wahyu pertama ketika Jibril ‘alaihi as salam meminta Rasulullah untuk membaca, namun beliau menjawab bahwa beliau tidak bisa membaca.
Selain itu, ketidak mampuan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dalam membaca dan menulis justru menguatkan kemukjizatan Al-Qur’an, bahwa kitab suci ini bukanlah karangan Rasulullah, melainkan asli wahyu yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Bahkan kesimpulan salah satu pakar embriologi asal Kanada, bernama Dr. Keith Moore, menyatakan bahwa fakta Al-Qur’an tentang perkembangan embrio dalam rahim tidak mungkin diketahui kecuali dengan menggunakan alat teknologi modern yang mustahil ada di abad ke 7 Masehi. Oleh sebab itu, tidak dipungkiri lagi bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Nabi Muhammad, melainkan wahyu yang berasal dari Tuhan pencipta alam semesta.
Selain itu, dalam buku berjudul Mausu’atu ‘Ulumil Qur’an karangan Abdul Qodi Muhammad Manshur, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad meneriwa wahyu pertama kali pada usia 40 tahun.
Sedangkan beliau hidup di kota Makkah yang merupakan daerah terpencil di tengah padang pasir, yang juga jauh dari pengaruh Romawi maupun Persia. Penduduknya berprofesi sebagai pedagang, karena juga tidak memungkinkan bertani karena kondisi geografis yang tandus.
Tidak banyak peradaban yang muncul, oleh sebab itu ketrampilan membaca dan menulis tidak menjadi pemandangan umum di sana. Ketrampilan tersebut hanya dimiliki oleh para pembesar kota Makkah yang tujuannya adalah untuk membuat perjanjian atau kesepakatan damai di antara pada kabilah.
Maka otomatis, bila ada yang terampil dalam membaca dan menulis, seseorang tersebut pasti jadi pembesar kota Makkah, sedangkan diketahui Nabi Muhammad dan para pengikutnya bukanlah dari kalangan tersebut.
Kemudian, tuduhan bahwa agama Islam adalah hasil plagiasi dari agama Yahudi dan Kristen juga tudahan yang mengada-ada.
Bahwa selain kondisi geografis dan social yang telah disebutkan di atas, tradisi penerjemahan bahasa asing ke Bahasa Arab baru dimulai pada era Dinasti Abbasiyah atau akhir Dinasti Umayyah.
Kenapa fakta tradisi penerjemahan ini perlu dipahami, karena Bahasa asli kitab suci Yahudi dan kitab suci Nasrani bukanlah berbahasa Arab, melainkan Bahasa Ibrani atau Bahasa Yahudi kuno.
Fakta bahwa adanya pemeluk agama Nasrani di Makkah, seperti paman Siti Khodijah yang bernama Waraqah bin Naufal, dan pendeta Nasrani di Bukhoro, atau kabilah Yahudi di Yatsrib (Madinah) adalah pemeluk agama yang ajarannya ditransmisikan secara lisan, bukan secara kitab suci.
Maka tidaklah mungkin ada buku atau naskah yang kemudian dijadikan bahan plagiasi melalui proses penerjemahan.
Bahkan bila dibandingkan dengan kedua kitab suci tersebut pada saat ini, akan ditemukan banyak sekali perbedaan yang mencolok, terutama pada masalah dasar ajaran yang menyebutkan bahwa ‘tiada Tuhan selain Allah”.
Kemudian fakta-fakta ilmiah seperti dua jenis air lautan yang tidak bisa bersatu, kemudian adanya gunung api di dasar lautan, sungai yang ada di dasar samudra, adalah fakta-fakta yang tidak mungkin dikarang oleh Nabi Muhammad, karena Nabi Muhammad sendiri belum pernah bersentuhan dengan aktivitas bahari apalagi sampai menyelam ke dasar laut.
Maka dari itu, tuduhan tentang plagiasi itu sangat terbantahkan dan terbukti sebagai tuduhan yang tidak bertanggung jawab.
Mereka yang mengakui kehebatan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Pada tahun 1978, seorang ahli astronomi Amerika bernama Michel H. Hart mempublikasikan bukunya yang berjudul “The 100 A Ranking of The Most Influential Persons in History”, dan menempatkan Nabi Muhammad sebagai tokoh dengan ranking pertama yang menduduki orang yang paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia.
Bukan tanpa alasan, meski mendapatkan banyak kritian, Hart menjelaskan bahwa sosok Nabi Muhammad adalah sosok yang special.
Di antara tokoh-tokoh yang ia tulis dalam buku tersebut, bisa dikatakan bahwa Nabi Muhammad terlahir bukan dari keluarga bangsawan dan juga bukan dalam kondisi wilayah dengan peradaban tinggi, namun beliau mampu menghasilkan pondasi peradaban yang luar biasa dan mampu merubah kondisi di hampir seluru dunia.
Selain itu, Nabi Muhammad juga satu-satunya sosok yang tidak memiliki cela moralitas dan memiliki kesempurnaan akhlak yang menjadikan beliau sebagai sosok yang sangat pantas untuk dijadikan sebagai sosok yang paling berpengaruh dalam sepanjang sejarah umat manusia.
Sejalan dengan pendapat Michel H. Hart, Napoleon Bonaparte juga menyatakan bahwa “Moses has revealed the existence of God to his nation, Jesus Christ to the Roman world, Muhammad to the entire world”.
Kaisar Prancis ini dengan penuh kesadaran berpendapat bahwa Musa telah mengungkapkan keberadaan Tuhan kepada bangsanya, Yesus Kristus ke dunia Romawi, sedangkan Muhammad telah menjelaskam itu ke seluruh dunia.
Pendapat Napoleon ini disadari sangat objektif karena pendapat-pendapatnya telah dikumpulkan dalam sebuah buku “Napoleon and Islam”.
Dalam buku tersebut disimpulkan bahwa Napoleon Bonaparte sempat berangan-angan untuk menyatukan seluruh wilayah dengan dasar ajaran yang bersumber dari Al-Qur’an.
J.J Rousseau juga sempat menuliskan pendapatnya tentang Rasulullah dalam karyanya The Social Contract bahwa basis dan system politik yang dibangun Rasulullah dalam Madinah adalah bentuk pemikiran politik yang sangat sempurna yang dalam bahasa Abid Al Jabiri melampui zamannya.
Karena ketika dunia politik saat itu belum mengenal yang namanya konsep konstitusioanlisme, Rasulullah sudah membuat piagam Madinah yang dianggap sebagai dokumen tertulis konstitusional pertama dalam sejarah politik dunia.
Tidak hanya tentang politik, tapi juga mempelopori pemberantasan perbudakan, dan system ekonomi yang lebih sehat.
Dari pemaparan di atas, bisa dilihat bagaimana sebenarnya kualitas sosok yang mengomentari sosok agung Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang berkomentar negative seperti Theodore Noldeke sebenarnya banyak, tapi motivasinya selalu sama, dan sangat tidak ilmiah, hanya berdasarkan kebencian. Sedangkan yang mengapresiasi adalah mereka yang terbuka dengan data yang bisa dipertanggung jawabkan dengan kualitas person yang juga istimewa.
Artinya sebenarnya kedua motif tersebut juga bisa merasuki jiwa umat muslim. Tidak heran bila ada muslim yang justru merendahkan martabat Nabi dengan segala argumentasinya yang seakan-akan ilmiah, motifnya selalu karena kebencian.
Oleh sebab itulah Rasulullah selalu menyuruh umat Islam untuk selalu belajar dan memperkaya diri dengan pengetahuan agar tidak sempit dalam memandang dunia dan terhindar dari kecemburuan dan kebencian sehingga melihat sosok atau agama lain secara proporsional apalagi tentang pribadi Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam yang pasti akan selalu dijadikan panutan dan teladan.
Wallahu a’lam bi ash showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar